BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Sejak
di proklamirkan kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 dan sehari kemudian
UUD 1945 disahkan, maka timbul semangat baru untuk menggerakkan koperasi.
Koperasi sudah mendapat landasan hukum yang kuat di dalam pasal 33 ayat (1) UUD
1945 beserta penjelasnnya.
Gerakan
koperasi seluruh Indonesia mengadakan kongres pertama pada tanggal 12 Juli 1947
di Tasikmalaya, Jawa Barat. Salah satu keputusan dari kongres tersebut adalah
ditetapkannya tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi, yang bermakna sebagai hari
bagi seluruh rakyat Indonesia untuk melaksanakan kegiatan perekonomian melalui
koperasi.
Pada
tahun 1949, peraturan koperasi tahun 1933 diubah dengan Regeling Cooperative
Verenegingen 1949. Tetapi, perubahan itu tidak disertai dengan pencabutan, yang
berlaku bagi semua golongan rakyat, sehingga pada tahujn 1949, di Indonesisa
terdapat dualisme peraturan, yaitu sebagai berikut:
1.
Regeling
Cooperative Verenegingen 1949 yang hanya berlaku bagi golongan boemi poetra.
2.
Algemene
Regeling op de Cooperative Verenegingen 1933 yang berlaku bagi semua golongan
rakyat termasuk golongan boemi poetra.
Pada tahun 1953, Gerakan Koperasi
Indonesia mengadakan kongres kedua, dimana salah satu keputusannya adalah
menetapkan Bapak M.Hatta sebagai bapak koperasi Indonesia.
Pada tahun 1958, pemerintah
mengeluarkan UU Koperasi No.79 tahun 1958. UU ini dibuat berdasarkan UUD
sementara 1950 pasalh 38, dimana isinya sama dengan ketentuan pasal 33 UUD
1945. Dengan dikeluarkannya UU ini, maka peraturan koperasi tahun 1933 dan
peraturan koperasi tahun 1949 dinyatakan batal.
Dengan diberlakukannya UU No. 79 yahun
1958 yang berdasar UUDS 1950 pasal 50, koperasi semakin maju dan berkembang
dimana-mana.
Tetapi, sejak diberlakukannya UUD 1945
berdasar Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, maka pemerintah kemudian
mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tahun 1959 sebagai peraturan
pelaksana dari UU No. 79 tahun 1958. Dalam peraturan ini ditentukan bahwa
pemerintah bersikap sebagai Pembina, pengawas perkembangan koperasi Indonesia.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tujuan dan manfaat kajian
Tujuan
kegiatan ini adalah untuk mengetahui sejarah perkembangan pembangunan koperasi
di Indonesia.
2.2 Manfaat kajian
Sebagai
dasar untuk mengambil keputusan dari proses pembangunan koperasi di Indonesia.
2.3 Analisi
Penelitian
ini mengambil kasus dari beberapa jurnal yang ada. Dalam jurnal yang ada diambil
dari beberapa sumber yang berbeda. Kemudian, kasus ini di rangkum menjadi satu
makalah.
Dalam berbagai jurnal
disebutkan bahwa Perkembangan koperasi masih menghadapi masalah-masalah baik di
bidang kelembagaan maupun di bidang usaha koperasi itu sendiri. Masalah-masalah
tersebut dapat bersumber dari dalam koperasi sendiri maupun dari luar. Masalah
kelembagaan koperasi juga dapat dikelompokkan dalam masalah intern maupun
masalah ekstern. Masalah intern mencakup masalah keanggotaan, kepengurusan,
pengawas, manajer, dan karyawan koperasi. Sedangkan masalah ekstern mencakup
hubungan koperasi dengan bank, dengan usaha-usaha lain, dan juga dengan
instansi pemerintah.
Disamping itu, berbagai kondisi struktural dan sistem
yang ada masih menghamba koperasi untuk sepenuhnya dapat menerapkan kaidah
ekonomi untuk meraih dan memanfaatkan berbagai kesempatan ekonomi secara
optimal.sementara itu dengan terbukanya perekonomian nasional terhadap
perkembangan perekonomian nasional terhadap perkembangan perekonomian dunia,
akan menghadirkan perubahan-perubahan besar dalam kehidupan ekonomi nasional.
2.4
Pembahasan
Keberadaan beberapa koperasi telah
dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan
intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi
koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :
Pertama, koperasi dipandang sebagai
lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha
tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa
pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau
kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan
kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha
lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan. Peran
koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas
pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran
beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi
anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh
dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek
geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari
lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi
alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah
merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan
lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan
koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu
memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi
ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi
masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu
diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik
dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi
Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi
yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi
faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi
sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk
bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi,
saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat
tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan
dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa
keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya
melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik
bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang
diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik
anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan
lembaga lain.
Di Indonesia sampai dengan
bulan November 2001, jumlah koperasi tercatat sebanyak 103.000 unit lebih,
dengan jumlah keanggota ada sebanyak 26.000.000
orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998
mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga
mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif
per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Corak koperasi
Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil.
Secara historis pengembangan
koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat
program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah
ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula ketergantungan
terhadap captive market
program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran
swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing
usaha terutama KUD.
Jika melihat posisi koperasi
pada hari ini sebenarnya masih cukup besar harapan kita kepada koperasi.
Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya justru didominasi
oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset
koperasi dan dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program
pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari
populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar
Perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa dengan pangsa
sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan
menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya
menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya
masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
Mengenai jumlah koperasi
yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya
tumbuh sebagai tanggapan terhadap dibukanya secara luas pendirian
koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga
orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah
lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian
koperasi tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian
koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan
pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah
penyatuan vertical maupun horizontal.
Pembangunan koperasi pada
pembangunanjangka panjang pertama telah berhasil meningkatkan peranannya dalam
perwkonomian nasional. Hal ino terlihat antara lain dengan semakin fumbuhnya
koperasi mandiri dan semakin tumbuhnya keasadaran masyarakat mengenai koperasi.
Memasuki pembangunan jangka panjang kedua perlu lebih dikenal adanya berbagai
tantangan yan akan dihadapi. Dengan pemanfaatan peluang dan mengatasi kendala
yang ada diharapkan pembangunan koperasi pada pembanguan jangka panjang ke dua
akan lebih berhasil.
Meskipun banyak hasil yang dicapai
dalam pembangunan koperasi selama pembangunan jangka panjang pertama, masih
banyak pula masalah yang belum terselesaikan, yang harus dilanjutkan dan
ditingkatkan penagannya dalam pmbangunan jangka panjanv kedua, sebagai
tantangan untuk mewujudkan cita-cita perkoprasian seperti yang diamanatkan
dalam UUD 1945.
Hingga saat ini karena berbagai alasan
ekonomi dan nonekonom, koperasi pada umumnya belum dapat melaksanakan
sepenuhnya prinsip koperasisebagaimana yang dicita-citakan, shingga koperasi
sebagai badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat belum dapat mengembangkan
sepenuhnya potensi dan kemampuannya dalam memajukan perekonomian nasional dan
meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Oleh karena itu, tantangan dalam pembangunan koperask adalah
mengembangkan koperasi menjadi badan usaha yang sehat, kuat, maju dan mandiri
serta memiliki daya saing, sehingga mampu meningkatkan peranannya dalam
perekonomian nasional sekaligus kesejateraan anggota.
Dengan memperhatikan kedudukan
koperasi, baik sebgai saka guru perwkonomian nasional maupun sebgai bagian
integral tata perekonomian nasional, peran koperasi sangat penting dalam
menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Dalam kenyataannya,
koperasi masih mnghadapi beberapa hambatan struktural dan sistem untuk dapat
berfungsi dan berperqn sebgaimana yqng diharapkan, antara lain dalam
memperkukuh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional.
Dengan demikian yang menjadi
tantangan adalah mewujudkan koperasi, baik sebgai badan usaha maulun sebgai
gerakan ekonomi rakyat agar mampu berperan secara nyata dalam kegiatan ekonomi
rakyat. Inti kekuatan koperasi terletak pada anggota yang berlartisipasi
aktif dalam organisasi koperasi, dan kesadaran masyarakat untuk bergabung dalam
wadah koperasi. Sementara itu, kepercayaan masyarakat terhadap koperasi makin
meningkat, tapi belum cukup memadai antara lain disebabkan oleh masih adanya
berbagai hambatan untuk meningkatan manfaat koperasi bagi anggotanya. Hal ini
antara lain telah menyebabkan lambatnya koperasi mengakar dalam masyarakat.
Sebagai gerakan ekonomi rakyat,
koperasi masih harus meningkatkan kemampuannya dalam menggerakkan dan menampung
peran serta masyarakat secara luas. Oleh karena itu, mewujudkan koperasi sebgai
gerakan ekonomi rakyat yang berakar dalam masyarakat juga merupakan tantangan
dalam pembangunan koperasi di indonesia.
KESIMPULAN
Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu
untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi
harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti
jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama.
Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat
juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam
hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengembangan
jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan
teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuatnya kehadiran koperasi.
Pemerintah di daerah dapat mendorong pengembangan lembaga penjamin
kredit di daerah.
Selain itu koperasi
harus menjadi badan usaha yang sehat, kuat, maju dan mandiri serta memiliki
daya saing, sehingga mampu meningkatkan peranannya dalam perekonomian nasional
sekaligus kesejateraan anggota.
Agar bisa menjadikan
koperasi menjadi baik sebagai badan usaha maulun sebgai gerakan ekonomi rakyat
agar mampu berperan secara nyata dalam kegiatan ekonomi rakyat.
DAFTAR
PUSTAKA
Kusnadi, Hendar, Ekonomi
Koperasi , Jakarta: Lemabaga Penerbit FE-UI, 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar